Tepisan Luis Suarez, Tepisan Tangan Tuhan

BlogGuoblog. Sebenarnya tidak perlu memperdebatkan penyelamatan gol yang dilakukan Suarez. Kebetulan saja tepisan itu terjadi dibawah mistar gawang. Kalau saja tepisan tidak terjadi di bawah mistar, toh hukuman yang diberikan wasit sama saja. Saya angkat topi buat Luis Suarez dalam semangat meluap-luap mempertahankan gawang dari kebobolan.
Kalau saja kita mau jujur, kenapa Suarez melakukan itu? Kita harus melihat situasi dan kejadian yang sebenarnya. Sebelum dia tepiskan bola dengan tangan secara reflek, terlebih dahulu dia halau bola menggunakan kaki kiri, saat itu halauan kaki kiri Luis Suares berhasil, walau kemelut yang terjadi di depan gawang mementalkan kembali bola ke arahnya secara tiba-tiba dan tak terduga, hingga secara insting tangan Suarez jadi terlibat, waktunya berlangsung dalam hitungan detik, sangat cepat sekali. Jadi janganlah terlalu dangkal menilai bahwa tindakan Suarez itu kotor atau curang.

Kalau mau menyalahkan, salahkan saja bolanya, kenapa bola menuju kearahnya dengan tiba-tiba? Dan apa yang dilakukan Suarez adalah sah-sah saja. Janganlah menilai menurut ukuran dengkul sendiri, seolah merasa menjadi wasit. Apalagi sampai melibatkan Tuhan agar menghukum Suarez. Lha kejadian itu sendiri juga maunya Tuhan. Tuhan kan bertindak atas nama Suarez. Tuhan juga bertindak atas nama wasit. Dan Tuhan juga bertindak atas nama lembaga FIFA. Tuhan pun juga bertindak atas nama penonton. Jadi Tuhan yang mengendalikan sepanjang bertandingan. Jadi bila kita menyalahkan, memaki, menghujat, mengiyakan, membenarkan. Itu artinya kita juga bertindak atas nama Tuhan. Tuhan saja senang melihat pertandingan itu. Bila kita tidak senang berarti kita bertindak atas nama setan. Penuh rasa kebencian. Menghujat dengan kata-kata kotor, tidak santun, mendoakannya masuk neraka.
Nuansa kedengkian karena ketidakpuasan seperti ini memang kental pada masyarakat kita. Melihat sepakbola bukan untuk kesenangan menyaksikan seni menggiring bola, melainkan memupuk semangat kebencian. Menonton bola mempersiapi diri dengan senjata tajam: clurit, geer motor, rantai sepeda, bir, bom molotov. Pokoknya penuh semangat merusak, penuh semangat kesetanan. Kalah menang yang penting happy kalau belum bisa bikin babak belur lawan dan masyarakat sekitar.
Kenapa sepakbola kita cerminannya seperti ini? Kalau tidak suporter yang tawuran, ya pemainnya yang baku hantam, wasitpun ikut dijotos bila salah bertindak. Begitu juga penonton yang tidak puas, ikut turun kelapangan membantu menggiring bola untuk mencetak gol. Pengurus bola demikian pula, tak pernah dan tak pandai main bola, sibuk mengurus bola dan mengatur pemain. Sama halnya dengan para komentator yang bermunculan, seakan jago mengatur strategi bermain, bisa menilai dan mengukur kesebelasan Jerman, Brasil, Inggris, dsb. Lalu apa hebatnya mereka dalam hal bola. Memang bangsa ini hebat kalau bicara. Tidak di DPR, tidak di pemerintahan, tidak di acara tv yang banyak yang tidak bermutu, di talk show, di debat kusir. Belum lagi penjahat dan koruptor kemudian jadi selebriti, sementara selebriti dijadikan penjahat - Ariel, Luna, Tari. Huhahaha!
Tuhan ada pada diri kita saudara sebangsa dan setanah air. Kalau menilai kekotoran Suarez. jangan melihatnya secara sepenggal-sepenggal. Sepanjang waktu pertandingan dari awal hingga akhir, kekotoran dan kecurangan itu sudah terjadi. Dari caci maki dan saling umpat antar pemain, perang pernyataan di media, tarik baju, mendorong tubuh, mengganjal, menabrak, menyikut, meludah di lapangan terpampang lebar di layar tv, wasitpun tak jarang memincingkan mata dengan itu semua.
Sementara para penonton bersorak-sorai bahagia wajahnya tersorot kamera tv. Para pemain pun telah melakukan dengan permainan fair play, fair untuk saling memaafkan dan tidak ada sakit hati lagi dan play untuk saling tendang dan ditendang.
Tuhan yang menyaksikan pun ikut pula bertepuk tangan. Tuhan senang melihat dandanan dan riasan para suporter. Benar, lebih baik kita bertindak menurut ukuran Tuhan, dengan segala kearifannya. Kita tonton saja kesenangan dengan menjauhkan diri dari rasa kebencian. Yang bermain saja tak pernah bermusuhan setelah pesta usai. Kenapa menjadi repot mengurusi kebencian yang timbul dalam diri kita gara-gara tidak puas. Sedangkan bola yang ditendang kemana-mana tak pernah merasa dilecehkan dan tersakiti.
Selamat datang kesenangan. Selamat menonton acara yang lebih seru dari pesta olimpiade ini. Hore! Hore! Selamat berlibur sekolah bagi yang punya uang. Bagi yang tidak punya uang seperti aku. Mari kita doakan Tuhan supaya Tuhan berbaik hati memberi kita uang. Karena kita tahu bahwa uang dari Tuhan bukan hasil dari korupsi. Mari kita berdoa agar uang yang ada di bank-bank dihembuskan angin badai hingga berhamburan di udara, supaya kita semua bisa memunguti sambil berteriak-teriak kegirangan. Hore! Hore! Ada rejeki turun darl langit!